Dunia ketegakerjaan kembali berduka. Dua tahun yang lalu, yakni tahun 2017 publik dikejutkan dengan tewasnya puluhan pekerja pabrik petasan di Kecamatan Kosambi, Tangerang, Banten. Pabrik tersebut terbakar dengan hebat. Peristiwa kecelakaan kerja tersebut, menimbulkan duka dan keprihatinan yang mendalam tidak hanya bagi keluarga korban namun juga bagi para pemangku kepentingan dibidang ketenagakerjaan.
Publik semakin miris ketika mengetahui bahwa perusahaan memperlakukan para pekerja secara tidak manusiawi di lingkungan kerja yang tidak aman, memperkerjakan pekerja anak, hingga tidak mendaftarkan para pekerja pada program BPJS Ketenagakerjaan.
Kini, peristiwa serupa kembali terulang. Pabrik mancis (korek api gas) yaitu PT Kiat Unggul di Binjai, Sumatera Utara terbakar dan menewaskan 24 orang didalamnya. Korban tewas terdiri dari 21 orang pekerja perempuan dan tiga orang anak-anak. Anak-anak tersebut berada di dalam pabrik sebab mengikuti ibunya bekerja.
Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC) Andriko S. Otang, menyatakan bahwa apa yang terjadi dalam kejadian ini menunjukkan bahwa belum ada upaya perbaikan yang signifikan oleh para pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan. Khususnya pengusaha dan pemerintah dalam menegakkan ketentuan hukum ketenagakerjaan. Terbukti dari lemahnya perlindungan terhadap pekerja, sehingga mereka menjadi korban yang naas dalam peristiwa ini.
“Khususnya yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. Jika dilihat, apabila kita merujuk pada pilar kerja layak yang diinisasi oleh International Labour Organisation (ILO), kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu pilar penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi para pekerja,” kata Otang.
Ia menambahkan, kebakaran pabrik petasan dan pabrik mancis memberikan gambaran kepada publik akan kerentanan yang harus dihadapi oleh para pekerja, khususnya bagi pekerja yang bekerja di Perusahaan skala usaha skala kecil dan menengah. Kategorisasi Perusahaan dengan skala usaha menengah dilihat dari penggunaan jumlah tenaga kerja.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 20 orang, namun kurang dari 100 orang masuk dalam ketegori perusahaan menengah. Namun, fakta menyebutkan bahwa pabrik mancis tersebut mempekerjakan sebanyak 30 orang pekerja.
“Pekerja di pabrik mancis tersebut dikenal dengan istilah pekerja dengan sistem kerja rumahan, karena para pekerja bekerja dirumah-rumah tanpa perjanjian kerja, dan hingga saat ini belum ada regulasi hukum yang dapat memberikan perlindungan kepada pekerja dengan sistem kerja rumahan,’ kata Otang.
Menurutnya, kini belum ada aturan hukum yang memberikan perlindungan, kerentanan bagi para pekerja. Hal itulah yang menjadi celah bagi pengusaha yang mengindahkan kewajiban sesuai ketentuan hukum seperti menciptakan lingkungan kerja yang aman. Diantaranya dengan menyediakan alat pelindung diri bagi para pekerja, alat pemadam kebakaran (APAR), dan melindungi pekerja dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Tempat kerja yang merupakan sebuah rumah yang tidak memenuhi standar untuk dijadikan tempat kerja seperti pabrik, karena tidak memiliki pintu darurat, tidak ada fasilitas APAR (Alat Pemadam Api Ringan), dipekerjakan dengan status harian lepas tanpa kontrak kerja, tidak diikutsertakan dalam program jaminan sosial kesehatan maupun ketenagakerjaan, upah murah, hingga tidak memiliki izin usaha, dan tidak membayar pajak. Sebagaimana dijelaskan oleh pihak kepolisian resor Binjai kepada publik melalui media atas hasil investigasi awal.
Perilaku tidak taat hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya kesadaran hukum pengusaha dalam mematuhi ketentuan hukum, hingga keengganan untuk mematuhi ketentuan hukum, kendati mereka sudah mengetahui kewajibannya sesuai aturan yang berlaku.
Oleh karena itu, perlu partisipasi aktif dari Asosiasi Pengusaha untuk mendorong agar para pengusaha patuh terhadap hukum ketenagakerjaan dan memberikan perlindungan bagi tenaga kerja. Serta mendorong Pemerintah dan Kepolisian untuk menindak tegas para pengusaha yang secara nyata telah melakukan pelanggaran hukum.
Maka, melihat hal tersebut TURC mendesak untuk ;
1. Memberikan sanksi tegas kepada Perusahaan namun tidak terbatas hanya pada Pemilik Pabrik Mancis, yang tidak taat terhadap Ketentuan Hukum Ketenagakerjaan.
2. Mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk membentuk Task Force guna mereformasi sistem pengawasan ketenagakerjaan saat ini berjalan. Reformasi sistem pengawasan ketenagakerjaan kedepan harus menekankan pada keaktifan peran pengawas ketenagakerjaan, membuka sistem pelaporan online, memetakan sistem zonasisasi potensi wilayah yang rawan pelanggaran ketenagakerjaan, dan mengefektifkan penegakan hukum dalam hal ketegasan pemberian sanksi.
3. Mengesahkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan \”Perlindungan Bagi Pekerja Sistem Kerja Rumahan\”, ketentuan ini penting bagi pekerja dengan status kerja rumahan seperti para pekerja di Pabrik Mancis, agar mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
Narahubung : Andriko Otang ( 0811-1048-111 ) | andriko.otang@turc.or.id