UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan memuat perubahan dan penambahan atas ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Selain melakukan perubahan dan penambahan atas ketentuan-ketentuan yang sudah ada, pemerintah menerbitkan sejumlah peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yaitu, PP No. 35t entang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan WaktuI stirahat, dan PHK, PP No. 36 Tahun 2021 tentangPengupahan, dan PP No. 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.Ketiga peraturan pemerintah tersebut menuai kritik dari banyak pihak terutama serikat pekerja.
Ada delapan poin krusial di dalam tiga peraturan turunan UU Cipta Kerja tersebut, dan dianggap dianggap tidak melindungi pekerja.
Untuk merespon delapan poin krusial di atas, policy brief ini merekomendasikan enam poin penting. Pertama,pemerintah harus mengategorisasikan Jenis Pekerjaan PKWT dan PKWTT. Kedua, pemerintah harus mengatur lebih rinci perihal ketentuan jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan, dan memastikan hak-hak pekerja alihdaya dipenuhi. Kedua poin ini dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara merevisi PP No. 35 Tahun2021. Ketiga, pemerintah mengatur ketentuan pesangon agar dikelola oleh pihak ketiga seperti BP Jamsostek.