TURC Logo White Transparent
Svg Vector Icons : http://www.onlinewebfonts.com/icon
Search
Search
Close this search box.

Berlindung di Balik Narasi Krisis, Adidas Perpanjang Praktik Eksploitatif

Praktik diskriminasi dan eksploitasi terhadap buruh alas kaki oleh industri brand sepatu ternama, Adidas kian masif terjadi. Sejak covid-19 diumumkan sebagai keadaan krisis di Indonesia, Adidas melalui PT Panarub Industry yang menjadi mitra produksi di Indonesia telah melakukan pemotongan upah pekerja serta memberhentikan ribuan pekerja secara sepihak.

Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan mengatakan berdasarkan hasil investigasi dan perhitungan serikat pekerja, PT Panarub setidaknya telah memotong upah buruh sebanyak dua kali selama masa pandemi yakni pada Juni-Juli dan Agustus-September 2020 dengan rata-rata pemotongan upah sebesar Rp800.000 hingga Rp1.300.000 pada dua periode tersebut.

“Kami meyakini, Panarub dan Adidas mengambil banyak keuntungan dari praktik melanggar hak-hak buruh,” ujar Emelia melansir Panditfootball.com dalam artikel Nestapa Buruh Pembuat Sepatu Adidas di Tengah Gemerlap Piala Dunia. 

Di samping itu, PT Panarub terus menggalakkan gelombang PHK bagi para buruh. Bahkan pada pembukaan World Cup 2022, saat PT Panarub diberi kepercayaan untuk memproduksi sepatu untuk momen piala dunia, perusahaan tersebut melakukan pemberhentian kerja secara sepihak kepada 400 buruh. “Kenapa (dikatakan) PHK sepihak, karena Panarub melakukannya tidak sesuai tahapan, tidak ada pemberitahuan,” ujar perwakilan GSBI.

Lanjutnya, perusahaan dalam melakukan pemutusan kerja juga melakukan tindakan intimidasi dan memanfaatkan kerentanan buruh. “HRD (PT Panarub) bilang kalau ini surat ga di tanda tangan, nominal yang didapat akan jauh lebih rendah. (Buruh) nggak dikasih waktu 7 hari untuk memutuskan, langsung hari H, di PHK.” tambahnya. 

Padahal, merujuk aturan tentang ketenagakerjaan pada Pasal 37 Ayat (3) jo menyebut “Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.”

Selain itu, Pasal 39 Ayat (1) PP. No 35 Tahun 2021 menyatakan “Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.”

 

Narasi manipulatif

Adidas dan PT Panarub Industry telah menggunakan alasan pandemi covid-19 sebagai dalih untuk melegitimasi tindakan semena-mena terhadap buruh. Parahnya, alasan tersebut tetap digunakan sebagai justifikasi walaupun status krisis pandemi telah dicabut dan keadaan kembali normal. Selanjutnya, untuk memperpanjang praktik eksploitatif terhadap buruh, perusahaan menggunakan ancaman resesi global yang katanya berdampak pada turunnya angka produksi mereka. Namun selama ini data terkait penurunan produksi maupun pengurangan order dari Adidas tidak pernah secara jujur dan transparan dibuka dalam meja perundingan bersama dengan Serikat Pekerja.

Mengutip data pemerintah yang dirilis Majalah Sedane, memperlihatkan ekspor pakaian dan aksesoris pakaian (HS61) tumbuh 19,4% (year-on-year), pakaian dan aksesoris non-rajutan (HS62) tumbuh 37,5%, dan alas kaki (HS64) tumbuh 41,1% per September 2022. The Footwear Distributors and Retailers of America (FDRA) mencatatkan rekor penjualan alas kaki (sepatu) di AS pada 2021 sebesar US$100,7 miliar atau naik 20,5% year on year

Bahkan dalam publikasi laporan resminya, Adidas menyebut bahwa perusahaannya berhasil menaikkan pendapatan sebanyak 1%, meningkatkan penjualan sebesar 6% atau € 22.511 juta selama periode 12 bulan jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang memperoleh € 21.234 juta keuntungan.

Melihat data yang ada, tentu klaim yang dilakukan PT Panarub terkesan manipulatif dan dikarang-karang. Terlebih, klaim tersebut tidak pernah disertakan dengan bukti yang valid dan transparan yang diberikan kepada buruh. 

Lebih jauh GSBI mengungkapkan PHK sepihak yang digencarkan PT Panarub menjadi malapetaka bagi buruh yang tetap bekerja di pabrik. Mereka yang tetap bekerja kelimpahan beban tambahan untuk mengisi tugas rekan-rekannya yang terkena PHK. “Ini Panarub sampai hari ini masih lembur, ada videonya, semenjak ada PHK. PHK jalan terus, tapi lembur juga jalan terus.”

Lanjutnya, “Karena PHK, kerjaan malah jadi keteteran. Orang ga ada, kerjaan banyak, malah jadi kayak kerja rodi. 1 orang bisa mengerjakan 2-3 proses di pabrik yang tadinya hanya mengerjakan 1 proses,” jelasnya.

Selain pemotongan gaji dan PHK, buruh juga menuntut perusahaan untuk menghentikan  praktik perampasan hak cuti yang dilakukan oleh PT Panarub yang mana perusahaan tersebut memaksa buruh untuk mengambil cuti tahunan. Pemaksaan cuti ini diindikasi akan memperkuat justifikasi perusahaan untuk tidak membayar upah buruh. Praktik ini erat kaitannya dengan sistem No Work No Pay yang diatur dalam Pasal 93 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebut upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan atas kemauan sendiri, bukan karena perintah atau kemauan perusahaan.

Regulasi Indonesia Melanggengkan Penderitaan Buruh

Sementara itu, ambisi kemajuan ekonomi yang digaungkan pemerintah Indonesia malah kian membawa kesengsaraan bagi kelas pekerja. Alih-alih melindungi kesejahteraan pekerja, regulasi yang diterbitkan pemerintah makin melanggengkan praktik eksploitasi buruh dengan memberi lampu hijau bagi perusahan untuk melakukan pemotongan upah yang kian memiskinkan buruh. Praktik ini justru menjebak buruh untuk bekerja lembur dengan jam kerja lebih panjang.

Untuk mencapai ambisi menjadi “negara berpendapatan tinggi” dalam waktu yang lebih cepat, Pemerintah Indonesia tidak segan-segan menyusun kerangka kebijakan neoliberal dengan mengutamakan investasi modal yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja (baca: Cilaka Kerja). Aktivis buruh Nining Elitos mengutip Kompas.com menilai suara-suara penolakan dari masyarakat, mulai dari jalanan hingga jalur uji materi di Mahkamah Konstitusi, tidak didengar. Bahkan, suara masyarakat dibungkam dengan surat telegram Kepala Polri yang menginstruksikan anggota kepolisian untuk melawan narasi anti-UU Cipta Kerja di masyarakat.

”Kekuasaan hari ini semakin culas dan mereka tidak butuh rakyat. Yang mereka butuhkan hanya investasi, tetapi mengorbankan aspek yang lebih besar, yaitu persoalan kemanusiaan yang adil dan sejahtera,” kata Nining.

Selain UU Cipta Kerja, regulasi lain yang sungguh menyengsarakan nasib buruh adalah Permenaker 5 tahun 2023. Secara ringkas, Permenaker tersebut berisi aturan tentang penyesuaian jam kerja dan penyesuaian upah pada industri padat karya. Regulasi ini memuat pengurangan jam kerja buruh yang berimplikasi pada pengurangan upah buruh. Dengan menggunakan istilah pengurangan jam kerja, para pengusaha dengan leluasa menerapkan sistem no work no pay. Inti dari Permenaker ini adalah perusahaan dimungkinkan melakukan pemotongan upah sebesar 25% kepada pekerja yang bekerja di perusahaan dengan orientasi ekspor, meliputi garmen, tekstil, dan alas kaki dan lainnya.

Menurut Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Permenaker ini seolah menjadi regulasi yang melegalkan kejahatan perusahaan terhadap buruh. “Belum lagi di daerah-daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah, di Brebes upah buruh cuma 2.018.000, kalau dipotong 25% cuma dapat 1,8 juta, sedangkan secara kebutuhan untuk bertahan hidup nggak jauh beda dengan yang di kota-kota besar. Faktanya harga kontrakan sama-sama aja, makan juga sama aja harganya.” 

Anehnya, Kementerian Tenaga Kerja menetapkan aturan tersebut hanya akan berlaku bagi pekerja yang menyetujui. Sedangkan serikat pekerja yang menolak hal tersebut, tidak akan diterapkan dan bagi pekerja yang tidak berafiliasi dengan serikat secara otomatis akan mengikuti aturan tersebut. “Ini bahaya, nyasarnya akan kemana-mana, apalagi ke buruh yang ga berserikat yang mana jumlahnya lebih banyak dari yang berserikat.”

Tuntutan Koalisi CCC Indonesia 

Merespons berbagai bentuk diskriminasi perusahaan dan ketidakpedulian pemerintah atas hal tersebut, Clean Clothes Coalition (CCC) Indonesia yang terdiri dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Konfederasi KASBI, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Garteks KSBSI, Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), dan Trade Union Rights Centre (TURC) telah bersepakat untuk mendukung dan terlibat di dalam Kampanye “Pay Your Workers – Respect Labour Rights (PYW-RLR)”.

Secara garis besar, Koalisi CCC Indonesia menuntut kepada Adidas dan PT Panarub Industry sebagai mitra produksi adidas di Indonesia untuk, menghormati hak-hak dasar pekerja, membayar upah buruh yang telah dipotong pada masa pandemi covid-19 dan seterusnya, menuntut hak atas kepastian kerja menyusul masifnya gelombang PHK sepihak yang dilakukan, menghentikan perampasan hak atas cuti yang dilakukan PT Panarub demi menerapkan praktik No Work No Pay yang menyengsarakan buruh.

Direktur TURC, Andriko Otang mengatakan keterlibatan Koalisi CCC Indonesia di dalam kampanye Pay Your Workers – Respect Labour Rights melalui seluruh rangkaian tersebut diharapkan dapat memperkuat kapasitas serikat pekerja dalam mendokumentasikan berbagai pelanggaran hak dasar yang dialami oleh para pekerja dan anggotanya. Aktif terlibat menyuarakan berbagai masalah tersebut melalui advokasi kampanye, dan mendesak Adidas dan PT. Panarub untuk duduk bersama di meja perundingan. 

“Melalui kampanye ini kami berusaha membangun tekanan publik yang lebih luas, menyuarakan berbagai pelanggaran terhadap hak-hak dasar pekerja seperti yang di alami oleh para pekerja di PT. Panarub. Kami mendesak agar Adidas bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran hak-hak dasar tenaga kerja, duduk bersama di meja perundingan, dan menyepakati perjanjian atas penghormatan dan pemenuhan hak-hak dasar pekerja yang bekerja di perusahaan mitra produksi pada rantai pasok mereka.” ujarnya. 

 

Sumber:

https://majalahsedane.org/tenaga-tak-dibayar-buruh-pembuat-pakaian-dan-sepatu-piala-dunia-2022/

https://www.google.com/url?q=https://majalahsedane.org/no-work-no-pay-buruh-ditumbalkan-untuk-resesi-global/&sa=D&source=docs&ust=1680775236953989&usg=AOvVaw3606W-Avt-ngYEZTTMCgGv

https://www.google.com/url?q=https://mahardhika.org/cerita-harian-pekerja-di-balik-gemerlap-world-cup-2022/&sa=D&source=docs&ust=1680775236954193&usg=AOvVaw3jyp6awJpJzRnYwXuemj9T

https://www.google.com/url?q=https://www.panditfootball.com/berita/215001//221123/nestapa-buruh-pembuat-sepatu-adidas-di-tengah-gemerlap-piala-dunia&sa=D&source=docs&ust=1680775236954313&usg=AOvVaw1C6UOWcm3HYS7OlFn4J4_S

https://www.adidas-group.com/en/media/news-archive/press-releases/2023/adidas-provides-top-and-bottom-line-outlook-2023/

 

Degina Adenesa

Penulis

Tags

Bagikan artikel ini melalui:

Dapatkan Informasi Terbaru Seputar Isu Perburuhan!