Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Anugerah Energitama terletak di Desa Tepian Langsat
Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. perusahaan ini mulai membangun perkebunan di Kutai Timur pada 2008, dengan ijin lokasi kebun di kecamatan Bengalon seluas 19.366 hektare dengan luas tertanam kebun inti seluas 11.060 Ha & realisasi kebun plasma 4.224 hektare. Perusahaan tersebut, mempekerjakan setidaknya 2.800 orang buruh. Sejak perusahaan berdiri dan memulai usahanya, banyak ditemukan pelanggaran hak-hak normatif pekerja atau buruh yang diatur dalam Undang-Undang RI No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Temuan itu diantaranya adalah mempekerjakan buruh dengan status buruh harian lepas atau istilahnya perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Perusahaan juga tidak memberikan hak-hak reproduktif buruh perempuan, seperti cuti haid, cuti hamil dan cuti melahirkan. Perusahaan juga tidak mendaftarkan semua pekerja atau buruh menjadi peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Upah pekerja atau buruh juga masih dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kutai Timur. Ironisnya, perusahaan juga tidak membayar santunan kematian pekerja atau buruh dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak tanpa prosedur yang ada di Undang-Undang RI No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Kejadian ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Namun telah terjadi selama bertahun-tahun dan selalu berulang.
Lemahnya pengawasan dan perlindungan hak-hak pekerja atau buruh dari Disnakertrans Kabupaten Kutai Timur dan Provinsi Kalimantan Timur seolah menjadi pelanggengan atas tindakan pelanggaran hak-hak normatif. Sehingga hal itu berdampak pada ketidakmampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup layak dirinya dan keluarganya. Menanggapi hal tersebut, Pengurus Basis Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (PB SERBUNDO) PT. Anugerah Energitama melakukan pembelaan hak-hak pekerja dan buruh di perusahaan tersebut.
Pada 26 Oktober 2018 lalu PB SERBUNDO PT. AE mengadukan pelanggaran tersebut kepada Disnakertrans Kutai Timur. Atas aduan tersebut pula, akhirnya terlaksana mediasi pada 28 Nopember 2018. Mediasi tersebut menghasilkan perjanjian bersama antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja atau buruh yang disaksikan Mediator Hubungan Industrial Disnakertrans Kutai Timur. Namun, meski sudah ada perjanjian bersama antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja atau buruh, pimpinan perusahaan tetap enggan melaksanakan perjanjian bersama tersebut.
Kemudian, hal itu memicu aksi mogok kerja 619 orang pekerja atau buruh pada tanggal 6, 8, 9, 11, 12 Maret 2019. Pekerja atau buruh menuntut pelaksanaan perjanjian bersama dan hak-hak normatif pekerja atau buruh. Selama mogok kerja, pimpinan perusahaan tidak pernah menanggapi tuntutan buruh. Justru pimpinan perusahaan cenderung menunjukkan sikap arogansinya. Bentuknya adalah dengan melakukan PHK terhadap 412 orang pekerja atau buruh secara sepihak pada (13/3/2019). Perlakuan sewengang-wenang perusahaan tidak berhenti pada itu saja. Perusahaan juga mengusir secara paksa 412 orang buruh dan keluarganya tersebut dari rumah dinas buruh. Eksekusi tersebut dilakukan pada tanggal (16-18) Maret 2019 lalu.
Atas perlakukan semena-mena pihak Perusahaan maka PB SERBUNDO mengadukan kasus PHK sepihak, pelanggaran Perjanjian Bersama dan Hak-Hak normatif dengan jalan mediasi kepada (Disnakertrans) Kabupaten Kutai Timur, Bupati Kutai Timur dan DPRD Kutai Timur. Hasil Mediasi menyatakan bahwa PHK yang dilakukan pimpinan Perusahaan PT. Anugerah Energitama tersebut tidak sah dan perusahaan diwajibkan mempekerjakan kembali 377 orang buruh dan membayar upah buruh selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Sedangkan 35 orang buruh lainnya telah menerima uang pisah dari pengusaha. Namun, meski sudah terbit anjuran Disnakertrans Kutai Timur dan keputusan RPD DPRD Kutai Timur, pihak perusahaan tetap tidak mempekerjakan dan tidak membayar upah 377 orang buruhnya.
Sikap pimpinan perusahaan PT. Anugerah Energitama yang tidak
melaksanakan anjuran
Disnakertrans
dan keputusan RDP DPRD Kutai Timur merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap hokum,
sehingga berdampak pada buruh dan keluarganya terlantar. Sejumlah 915 orang
yang terdiri dari 589 orang tua, 270 anak-anak dan 56 bayi dibiarkan terlantar
oleh pihak perusahaan. Saat ini kondisi mereka semua tidak bekerja, sehingga tidak
memperoleh upah, serta mengalami krisis pangan dan kelaparan. Untuk
mempertahankan hidup sehari-hari, buruh bersama anak dan istrinya terpaksa
hanya makan singkong rebus sekali dalam sehari. Buruh telah berupaya mencari
pekerjaan serabutan di sekitar perusahaan dan pemukiman masyarakat Desa Tepian
Langsat sembari menunggu panggilan kerja dari pihak perusahaan, namun upaya itu
tidak membuahkan hasil.
Oleh karena itu, pada tanggal (16/4/2019) sekitar 300-an orang buruh datang ke kantor manajemen perusahaan PT. Anugerah Energitama. Mereka meminta pembayaran upah buruh selama proses penyelesaian perselisihan berdasarkan anjuran Disnakertrans Kutai Timur dan keputusan RDP DPRD Kutai Timur. Namun, saat buruh tiba di kantor manajemen perusahaan, tak seorang pun pihak manajemen yang dapat ditemui. Lantas, buruh pun menyegel kantor perusahaan. Setelah menyegel kantor, buruh bergerak pulang kerumah namun dalam perjalanan pulang, seorang buruh bernama Mathius Guar yang sedang menambah angin ban sepeda motor di bengkel masyarakat, dikeroyok dan dianiaya 4 orang Security Perusahaan PT. Anugerah Energitama sehingga mengalami luka-luka dibagian kepala, wajah dan bibirnya.
Tak hanya itu, ada sekitar lima orang buruh lainnya juga dihadang dan diancam dengan parang dan kayu oleh pihak keamanan perusahaan. Mereka terjatuh dari sepeda motornya dan terluka. Mengetahui ada anggotanya dikeroyok, Maksimus dan kawan-kawan mengejar satpam tersebut, namun tidak berhasil menangkapnya. Sontak, 300 orang buruh bergerak bersama menuju kantor perusahaan dan membakarnya. Meski sebenanarnya peristiwa itu tidak akan terjadi jika saja perusahaan secepatnya memberikan hak-hak normatif buruhnya.
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan aparat penegak hukum juga semestinya bersikap tegas kepada perusahaan yang telah melanggar hak-hak normatif buruhnya. Hal itu supaya tidak terjadi konflik yang tajam antara buruh dengan pihak perusahaan. Namun perlakukan semena-mena perusahaan, tidak ditindak tegas oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Perlakuan berbeda terjadi, seperti halnya jika buruh yang melakukan kesalahan. Secepatnya kilat buruh diproses secara hukum. Inilah kondisi yang dihadapi buruh. Setidaknya, ada enam tuntutan buruh PT Anugerah Energitama, diantaranya adalah;
- Bebaskan saudara Maksimus Hambur, dkk (10 orang) yang ditahan Kepolisian Resor (Polres) Kutai Timur melakukan pembakaran kantor manajemen PT Anugerah Energitama karena terprovokasi oleh tindakan sekurity perusahaan PT. Anugerah Energitama melakukan pengeroyokan dan penganiayaan buruh PT. Anugerah Energitama saat menuntut hak-hak normatifnya di kantor perusahaan PT. Anugerah Energitama.
- Pekerjakan kembali 377 orang buruh PT. Anugerah Energitama sesuai Anjuran Disnakertrans Kutai Timur dan hasil Rapat Dengar Pendapat DPRD Kutai Timur yang menuntut upah buruh sesuai UMK, penyelesaian masalah BPJS, hak reproduksi buruh perempuan (cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan), pesangon dan santuan bagi buruh yang meninggal dunia dan pelaksanaan Perjanjian Bersama.
- Berikan upah 377 orang buruh selama proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sesuai Anjuran Disnakertrans Kabupaten Kutai Timur dan keputusan Rapat Dengar Pendapat DPRD Kabupaten Kutai Timur.
- Berikan hak-hak normatif buruh PT. Anuegerah Energitama yang telah diatur dalam UU RI nomor 13 tahun 2003.
- Tindak tegas dan berikan sanksi hukum kepada Pengusaha PT. Anugerah Energitama yang tidak memberikan hak-hak normatif buruh PT. Anugerah Energitama.
- Tangkap dan adili 4 orang security PT. Anugerah
Energitama pelaku pengeroyokan dan
penganiayaan buruh bernama Sdr. Mathius Guar saat aksi menuntut hak normatifnya.