Menyikapi pandemi Covid-19 yang terjadi di berbagai negara, Trade Union Right Centre (TURC) bersama dengan DBG BW terdorong untuk mengadakan sebuah Webinar yang berjudul “DGB BW Asia Partners Sharing on Labour Response to COVID-19 Pandemic” pada 29 April 2020 lalu. Webinar yang berjalan selama tiga jam ini diikuti oleh 32 peserta yang mewakili tujuh organisasi yang tergabung di dalam DGB BW Asia Partners, mereka adalah Bangladesh Institute of Labour Studies, Building and Wood Workers International, International Trade Union Confederation-Asia Pacific, Public Services International, Trade Union Rights Centre, dan Vietnam General Confederation of Labour.
Direktur Eksekutif TURC Andriko Otang, dalam sambutannya menyampaikan bahwa webinar ini bertujuanuntuk meningkatkan solidaritas antar organisasi melalui berbagi cerita dan pengalaman pekerja dan organisasi pekerja selama masa pandemi. Banyaknya pemutusan hak kerja yang dialami oleh pekerja perempuan dan vulnerable group mendorong perlunya ada kajian secara luas tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan ini.
Tanja Schindewolf, perwakilan dari DGB BW juga menyebut hal yang sama dengan Otang. Tanja menjelaskan dampak pandemi yang terjadi di Jerman, salah satunya meningkatnya isu pekerja perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga. Dia juga menjelaskan bahwa adanya bantuan kucuran dana 50 miliar dari pemerintah Jerman yang diberikan kepada usaha mikro dan usaha kecil. Tanja berpesan kepada seluruh peserta webinar untuk saling bertukar pikiran untuk membantu terciptanya perbaikan di negara asal peserta melalui berbagai gerakan yang bisa diinisiasi oleh organisasi mereka masing-masing.
Sesi berikutnya dilanjutkan dengan presentasi dari masing-masing perwakilan organisasi. Diskusi ini dipimpin oleh seorang moderator, Rita Olivia Tambunan. Kemudian diskusi dibagi menjadi empat panel yang masing-masing sesi diisi oleh dua organisasi. Durasi tiap panel kurang lebih dua puluh menit dan disediakan 5 menit istirahat antar panel yang diisi dengan sebuah polling menggunakan mentimeter untuk mengumpulkan masukan dari para peserta terkait fakta menarik yang mereka pelajari dari presentasi di tiap panel. Berikut hal yang bisa kita pelajari dari tiap presentasi:
Bangladesh Institute of Labour Studies (BILS)
Pembicara dari BILS adalah Kohinoor. Dia bercerita bahwa semakin hari kondisi pekerja di Banglades semakin memburuk. Ada sekitar 6,462 orang yang terkena dampak pandemi. Pemerintah hanya tanggap menangani korban yang sudah dirawat di rumah sakit dan menerima pengobatan. Sebagian besar keenam sektor yang menjadi fokus BILS terkena dampak pandemi. Dampak negatif terbesar dari pandemi ini adalah pemutusan hak kerja yang notabenenya dialami oleh pekerja sektor informal. Kabar baiknya adalah pemerintah mendorong 3,000 pabrik untuk kembali membuka usahanya guna mengurangi tingkat pengangguran yang diakibatkan oleh PHK, namun sayangnya prosedur keselamatan yang tersedia di pabrik tersebut masih sangat minim. Meski pemerintah ikut mengkampanyekan untuk pentingnya keselamatan kerja, tetapi instruksi yang diberikan tidak begitu jelas.
BILS sudah berkoordinasi dengan pemerintah terkait prosedur keselamatan kerja selama masa pandemi. BILS dan pemerintah menyiapkan petunjuk keselamatan, namun beberapa sektor usaha tidak mengindahkan petunjuk tersebut, khususnya dalam pelaksanaan social distancing dikarenakan kondisi pekerjaan yang menuntut banyak pekerja untuk berada di dalam satu ruangan. Bahkan beberapa pekerja tidak dilengkapi dengan hand sanitizer, masker, sarung tangan, dan alat kebersihan lainnya. Sebagian besar pekerja yang terjangkit virus COVID-19 ini adalah pekerja di sektor jasa, seperti perhotelan (1,500,000 pekerja), tenaga medis (500 pekerja), dan pekerja migran yang baru saja kembali dari Eropa (300,000 pekerja). Inisiatif yang bisa diambil untuk menyikapi permasalahan ini adalah dengan membagikan perlengkapan kesehatan individu, mengirimkan publikasi untuk mengedukasi, dan berkoordinasi dengan pemerintah.
Building and wood Workers International (BWI)
Sakshi menyampaikan bahwa di India ada sekitar 31,000 penderita positif virus COVID-19 dan 1000 korban telah meninggal dunia. Sementara itu di Nepal ada 54 kasus positif dan belum ada laporan korban yang meninggal dunia. Saat ini, India dan Nepal sama-sama menerapkan lockdown. Tantangan yang mereka hadapi selama pandemi adalah dampak finansial dan isu keamanan yang dialami oleh pekerja konstruksi dan pekerja migran. Beberapa isu yang menjadi fokus BWI selama masa pandemi ini adalah rendahnya dana bantuan darurat dari pemerintah, meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak teknis terhadap pekerja setelah fase lockdown.
BWI India, bekerjasama dengan serikat buruh, pemerintah, dan berbagai stakeholders dalam mengadvokasi hak, dana bantuan darurat, alat pelindung diri, dan lain-lain. Kemudian BWI juga mendampingi pekerja untuk mengakses dana bantuan darurat. Sementara BWI di Nepal memberikan petisi kepada pemerintah tentang dana bantuan untuk pekerja dan memfasilitasi 200 pekerja untuk memperoleh makanan. Serikat buruh berperan penting dalam membantu pemerintah mengumpulkan data pekerja dan mengadvokasi pekerja untuk mengakses fasilitas kesehatan yang tersedia.
International Trade Union Confederation- Asia Pacific (ITUC-AP)
Anna Lee Tuvera. bercerita bahwa saat ini banyak berita palsu tersebar di India. Sehingga, ITUC-AP berusaha sebaik mungkin untuk mengumpulkan informasi yang valid dan menyebarkannya secara online. Melalui kampanye bertajuk Stop Pandemic ITUC-AP juga berkoordinasi dengan serikat global di Malaysia yang berfokus pada penyakit akibat kerja. Mereka juga melakukan survey untuk mengetahui apa yang terjadi di berbagai negara. Survey pertama mengenai fasilitas kesehatan dimana mereka mencari tahu bagaimana pemerintah menangani COVID-19. Mereka juga berdialog dengan pemerintah terkait physical distancing, alat pelindung diri, dan isu lain seputar COVID-19, mereka juga membagikan hasil penelitian yang sudah mereka lakukan kepada pemerintah.
Pembicara kedua dari ITUC-AP adalah Dom Tuvera yang menjelaskan bahwa banyak sekali perusahaan yang tidak menyediakan alat pelindung diri yang memadai untuk pekerja dan mereka juga tidak mengikuti mandate dari pemerintah untuk memberikan dana bantuan kepada pekerja. Bahkan pekerja di Thailand mengadakan protes untuk mencegah terjadinya PHK.
Public Services International-Asia Pacific (PSI)
Nico Hulu menyampaikan bahwa tenaga medis di kawasan Asia Tenggara terjun langsung ke lapangan dalam menangani dan mengawasi isu COVID-19. Pada 21 April lalu ada petisi terkait diskriminasi pendapatan yang diperoleh tenaga medis di pelayanan publik dan rumah sakit pemerintah. Menyikapi isu ini, PSI secara aktif berkoordinasi dengan banyak serikat dan ikut kampanye “Staying at Home for Us.”
Nico juga melanjutkan penelitian tentang cara menghadapi situasi pandemi dan program mentoring pekerja muda di Asia Tenggara. PSI juga melakukan kampanye solidaritas dengan melakukan survey online guna mengedukasi masyarakat terkait pandemi. Di Indonesia, serikat kerjasama PSI membagikan alat pelindung diri dan hand sanitizer. Hal serupa terjadi di Filipina dimana persatuan serikat mengadakan kampanye online untuk mendukung adanya upah bahaya kerja dan adanya alat pelindung diri yang berkualitas. Sementara itu di Thailand ada kampanye “Tempat Kerja Aman” untuk perawat di rumah sakit pemerintah. Di Malaysia ada petisi online untuk menyikapi diskriminasi gaji dan tunjangan selama masa pandemi.
Denis kemudian menjelaskan bahwa di Asia Selatan; Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan sedang menjalankan lockdown, namun industri garmen sudah kembali buka meskipun masih ada himbawan untuk lockdown. PSI juga menyebarkan poster untuk mengedukasi masyarakat terkait COVID-19 dan melakukan kampanye online. Mereka juga menyediakan materi tentang hak buruh dan kebijakan kerja untuk para pekerja. Selain itu, mereka juga aktif mengadakan pertemuan online dengan para pekerja.
Society for Labour and Development (SLD)
Sonia yang merupakan pembicara pertama dari SLD menyampaikan bahwa pekerja di India dan Bangladesh yang diliburkan karena pandemi tidak menerima gaji. Kementerian di Bangladesh mengarahkan bahwa hanya pekerja yang rumahnya di dekat pabrik yang diperbolehkan untuk tetap bekerja. Namun, pemerintah Bangladesh belum memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh pekerja yang sedang berjuang hidup. Sementara itu di India, pemerintah sudah memberikan bantuan berupa makanan, namun bantuan ini tidak bisa diharapkan untuk jangka panjang. SLD sendiri memperoleh dana untuk membantu pekerja di industri pengolahan makanan laut memenuhi kebutuhan mereka.
Purushottam Kumar juga menambahkan bahwa SLD melakukan penelitian tentang masalah besar yang dihadapi India terkait pekerja migran dan tempat kerja yang sesuai standar. Saat ini penelitian ini sedang di fase pengumpulan data.
Trade Union Right Center (TURC)
Dinda yang merupakan pembicara dari TURC menjelaskan bahwa saat ini sudah ada 9,500 kasus positif Covid-19 dan 773 orang telah meninggal dunia. Ada sekitar 2.8 juta pekerja terkena dampaj pandemi, 1.7 juta pekerja formal mendapatkan cuti yang tidak dibayar, 750,000 pekerja diberhentikan, 282,000 pekerja informal mengalami hambatan kerja karena terbatasnya pesanan, dan lebih dari 100,000 pekerja migran juga mengalami dampak. Industri yang paling dipengaruhi oleh pandemi adalah industri pariwisata, transportasi, dan SME.
Isu yang dialami oleh pekerja saat ini adalah PHK yang mendadak, pemotongan gaji, dan bekerja tanpa APD. Kementerian Ketenagakerjaan menyarankan beberapa opsi yang bisa diambil untuk menghindari PHM, seperti mengurangi gaji para atasan, mengurangi shift kerja, membatasi lembur, mengurangi jam kerja, dan mengimplementasikan program kartu pra kerja. Adapun kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan bersyarat bagi keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari mereka yang menargetkan 10 juta keluarga di seluruh Indonesia. Kemudian menyediakan dana berbasis desa dan bentuk dana sosial lainnya untuk keluarga miskin, relaksasi pajak untuk beberapa perusahaan, pengurangan cicilan sebanyak 30% dari industri di mana PPN dibayarkan untuk lebih dari 5 juta restitusi, dan restitusi PPN.
Untuk pekerja, ada insentif pajak (bersyarat) yang dicakup oleh pemerintah selama 3 bulan ke depan dan program pra-kerja dalam peningkatan kapasitas untuk 5.6 juta penerima manfaat yang dianggap tidak cukup efektif karena hanya menanggapi pencari kerja yang miskin, tidak termasuk pekerja yang terkena dampak pandemi. Selain itu, kebijakan tersebut tidak cukup peka gender, tidak melibatkan dan tidak menanggapi isu-isu perempuan. Pemerintah menyatakan bahwa 405 miliar dana akan dialokasikan untuk menangani pandemi (kesehatan, perlindungan sosial, insentif bisnis, dan pemulihan ekonomi).
Hal ini memunculkan tuntutan dari pekerja dibawah jaringan TURC, seperti perusahaan harus membayar gaji penuh, memberikan akses jaminan sosial, menyediakan APD yang lengkap, dan pembayaran pesangon menurut hukum ketenagakerjaan. TURC mengambil langkah taktis dengan melakukan studi tentang kebijakan hukum sebagai rekomendasi untuk pemerintah dan pengusaha tentang program jaring pengaman sosial.
Vietnam General Confederation of Labour (VGCL)
Lam menyebut situasi di Vietnam saat ini sebagian besar dipengaruhi oleh COVID-19. Sedikitnya ada 270 kasus dan 221 pulih. Dalam 5 hari terakhir tidak ada kasus baru yang dilaporkan. Beberapa kota dengan risiko tinggi dikunci hingga 21 April dan orang-orang mulai bekerja sejak minggu lalu.
Pun, 5 juta pekerja kini terdampak pandemi, terutama untuk industri produksi dan pengolahan (1.2 juta pekerja). Paling banyak terpengaruh kedua adalah sektor ritel (1.1 juta pekerja), dan industri jasa termasuk layanan makanan (700.000). Dari jumlah tersebut, jika ditulis dalam pesentase, maka sedikitnya terdapat 59% pekerja menganggur sementara, 28% di-PHK, dan 13% pekerja menganggur saat pandemi.
Aksi cepat yng dilakukan adalah diantaranya membentuk komite pengarah COVID-19 untuk memperbarui informasi pandemi dan pengembangan kasus COVID-19, melakukan penelitian serta evaluasi dampak pandemi terhadap kehidupan pekerja, berkoordinasi dengan serikat pekerja untuk mengambil tindakan. Kemudian, memberikan panduan kepada serikat pekerja untuk bekerja dengan banyak serikat pekerja dalam menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti pemantauan makanan, rotasi shift kerja dan waktu kerja, dan mencegah kerumunan pekerja. VGCL juga mendukung pekerja yang diminta melakukan karantina sendiri untuk bernegosiasi dengan majikan untuk membayar 70% upah, memastikan serikat pekerja melaporkan kondisi kesehatan ke tingkat perusahaan, dan mendukung komunikasi dengan pengusaha untuk menyediakan gel tangan, masker, APD gratis.
Selain itu, VGCL juga mengadakan pertemuan dengan serikat pekerja untuk menemukan solusi dalam mengamankan pekerjaan mereka dan mencegah PHK, serta mendukung pekerja untuk mengakses tunjangan pengangguran. Menteri juga mengeluarkan surat resmi tentang keterlambatan pembayaran dana serikat pekerja untuk perusahaan-perusahaan yang terkena pandemi. Kementerian menunda waktu kontribusi biaya TU. Penangguhan akan berlangsung pada bulan Desember.
Public Services International (PSI) South Asia
Lakhsmi yang merupakan sanitary inspector, mewakili PSI South Asia menyampaikan bahwa mereka memantau kesehatan pasien positif COVID-19 setiap hari. Dalam kasus darurat medis, ambulans tersedia kapan saja tetapi pekerja yang terlibat tidak dilengkapi dengan APD yang tepat sampai timbul kasus. PSI meluncurkan pamflet untuk mempromosikan perilaku sehat dan menjaga kebersihan diri, seperti dengan mencuci tangan. PSI juga mengatakan pentingnya menyediakan masker dan sarung tangan setiap hari untuk pekerja dan APD yang dapat digunakan kembali, serta memeriksa dengan ketat kondisi kesehatan pekerja yang terlibat misalnya dengan memeriksa suhunya. (Siti Mahdaria)