TURC Logo White Transparent
Svg Vector Icons : http://www.onlinewebfonts.com/icon
Search
Search
Close this search box.

Laporan Mengenai Keadilan Gender di Rantai Pasok Garmen Global

Bersamaan dengan berlangsungnya perundingan di Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) minggu ini di Jenewa untuk merumuskan standar global mengenai hak buruh perempuan, Global Labor Justice (GLJ) dan Asia Floor Wage Alliance (AFWA) mengeluarkan laporan baru hari ini berjudul “Keadilan Gender di Rantai Pasokan Garmen Global: Sebuah Agenda untuk Transformasi Fast Fashion” sebagai kelanjutan kampanye dengan tagar #GarmentMeToo yang dimulai sejak bulan lalu.

Global Labor Justice (GLJ) adalah organisasi jaringan strategis di Amerika Serikat yang mendorong kolaborasi antara organisasi buruh dan migran untuk memajukan hak-hak buruh dan bentuk-bentuk baru perundingan dirantai pasokan global dan koridor migrasi buruh internasional.

Sedangkan Asia Floor Wage Alliance (AFWA) adalah aliansi yang dipimpin buruh Asia dengan beranggotakan serikat buruh garmen, organisasi hak buruh, kelompok konsumen dan organisasi riset di Asia, Eropa dan Amerika Utara. AFWA sendiri   dibentuk pada 2007, founded in 2007.

Kemudian mereka baru-baru ini menurunkan laporan terbaru guna memberi informasi yang jelas bagi pemilik merek dan retail fast fashion mengenai cara untuk mengakhiri terjadinya kekerasan dan pelecehan berbasis gender di lini produksi garmen dan sejumlah rekomendasi untuk ILO.

Fokus rekomendasinya adalah mengenai buruh murah di rantai pasokan global dengan informasi kunci mengenai Pendekatan Safe Circle AFWA – sebuah pendekatan transformatif untuk mencegah kekerasan dan pelecehan berbasis gender yang mencakup komponen kunci tanggung jawab perusahaan.

“Buruh perempuan bersatu mendesak agar kekerasan dan pelecehan berbasis gender menjadi prioritas bagi ILO dan gerakan hak buruh dan hak asasi manusia,” kata Jennifer (JJ) Rosenbaum dari Global Labor Justice. 

Jennifer juga menambahkan bahwa Konvensi dan Rekomendasi ILO hanyalah sebuah awal mengakhiri kekerasan dan pelecehan di ruang produksi di sepanjang rantai pasokan membutuhkan kolaborasi yang inovatif seperti “Pendekatan Safe Circle” dengan melibatkan perusahaan pemilik merek dan retail, perusahaan pemasok dan serikat buruh.

Pendekatan safe circle AFWA dirancang oleh Komite Pemimpin Perempuan AFWA bekerjasama dengan buruh perempuan di lini produksi dan serikat buruh, pabrik pemasok dan perusahaan pemilik merek dan retail. Pendekatan ini dirumuskan sebagai respon terhadap kekerasan dan pelecehan berbasis gender di pabrik-pabrik garmen untuk mendorong terjadinya perubahan budaya organisasi yang berkelanjutan  pada lini produksi garmen.

“Bukti penelitian jelas, kekerasan dan pelecehan berbasis gender terus terjadi di rantai pasokan garmen global dan pendekatan yang digunakan saat ini tidak berhasil,” ungkap Elly Rosita Silaban, anggota Komite Pemimpin Perempuan  AFWA.

Elly menambahkan bahwa kini, perusahaan multinasional pemilik merek dan retail garmen yang mengendalikan industri garmen berada di persimpangan jalan. Dimana hal itu kemudian menentukan, apakah mereka akan menggunakan Strategi Safe Circle sebagai sebuah alat untuk mencabut kekerasan dan pelecehan berbasis gender dari akarnya, dari satu lini produksi ke lini produksi lainnya?

Atau mereka terus menggunakan bisnis model yang mengandalkan kekerasan dan pelecehan berbasis gender demi mendapatkan buruh murah dan keuntungan besar. Menurut Elly, inilah yang masih menajdi pertanyaan hingga saat ini.

Anannya Bhattacharjee, Koordinator Internasional Asia Floor Wage Alliance juga mengatakan, ketika buruh perempuan berupah murah menyuarakan persoalan, mereka dengan segera mengalami aksi balas dendam dan pukulan balik. Jika perusahaan pemilik merek dan retail serius ingin mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan berbasis gender di rantai pasokan mereka, mereka harus mengadopsi pendekatan Safe Circle dan memastikan para perusahaan pemasok mereka bekerja sama di tingkat lokal dan regional dengan Komite Pemimpin Perempuan AFWA.

Rukhmini V.P, selaku anggota Komite Pemimpin Perempuan AFWA juga mananggapi bahwa, laporan ini merupakan seruan aksi di sepanjang rantai pasokan garmen global di Asia. Perusahaan pemilik merek dan retail garmen secara umum sepakat bahwa mekanisme keluhan secara internal yang mereka gunakan untuk menangani kekerasan dan pelecehan berbasis gender tidak berhasil, yang terlihat jelas pada laporan kami tahun 2018.

“Saran kami kepada pemilik merek dan retail garmen agar mengadopsi pendekatan Safe Circle. Dengan cara ini, supervisor dan buruh bekerjasama menciptakan tempat kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan berbasis gender dengan membangun pemahaman bersama melalui pelatihan bersama\”, kata Rukmini.

Kampanye #GarmentMeToo didasarkan pada penelitian rantai pasokan global pada 2018 yang mendokumentasikan kekerasan berbasis gender di rantai pasokan garmen di Asia, termasuk milik H&M dan Walmart. Laporan tersebut mencatat dan menganalisis pola kekerasan dan pelecehan berbasis gender di rantai pasokan garmen global di Asia.

Penelitian tersebut juga mendorong terbentuknya Komite Pemimpin Perempuan AFWA yang terdiri dari 14 pemimpin serikat buruh perempuan dari 4 negara untuk memimpin perundingan dengan perusahaan pemilik merek dan retail yang bertujuan untuk secara kolaboratif melakukan tranformasi budaya impunitas terhadap kekerasan dan pelecehan berbasis gender di rantai pasokan garmen global.

Laporan 2018 mengenai rantai pasokan global dimuat di lebih dari 50 media berita di 17 negara, dan disebut oleh The Nation sebagai “Gerakan #MeToo untuk Industri Fashion Global.” Bahkan, pada 5 Juni 2018, H&M dan Gap secara terbuka memberikan dukungan terhadap Konvensi ILO yang mengikat mengenai kekerasan di tempat kerja termasuk kekerasan berbasis gender di rantai pasokan garmen.

Penulis

Trade Union Rights Centre

Tags

-

Bagikan artikel ini melalui:

Dapatkan Informasi Terbaru Seputar Isu Perburuhan!