[vc_row][vc_column][vc_column_text]
\”Merawat masa depan industri sawit dengan menyejahterakan buruh sawit: Catatan-catatan penting untuk perlindungan buruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.”
\”Sebagian besar buruh perempuan di perkebunan sawit Indonesia adalah perempuan. Sebagian besar mereka tidak mendapatkan hak-hak normatif seperti jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan. Mereka juga terpaksa menggunakan alat keselamatan kerja yang tidak memadai, padahal mereka terpapar bahan-bahan kimia dari penyemprotan pupuk dan insektisida. Praktik ini merupakan bentuk eksploitasi terhadap buruh.\” papar Zidane dari Sawit Watch pada perhelatan press conference pada Minggu (28/4) yang lalu. Konferensi pers ini adalah ajang tahunan Koalisi Buruh Sawit (Koalisi organisasi masyarakat sipil dan serikat pekerja yang terdiri dari dua puluh lembaga) dalam menyambut Hari Buruh Internasional. Menurut Kordinator Koalisi Buruh Sawit, Sunario Aritonang, suara belasan juta buruh sawit di seluruh Indonesia, selalu samar terdengar karena lokasi mereka yang berada jauh dari pusat kekuasaan. \”Konferensi pers ini adalah cara kita memastikan suara buruh sawit juga menggaung sampai ke pusat kekuasaan.\” ujarnya
Koalisi Buruh Sawit juga mengkritik pemerintah Indonesia yang melupakan kesejahteraan buruh sawit dalam strategi diplomasinya ke Uni-Eropa. Padahal dengan jumlah lebih dari 8 juta buruh, belum termasuk keluarga, buruh sawit adalah kelompok manusia yang paling terkena dampak dari maju mundurnya industri sawit. Bahkan dalam beberapa kesempatan, Menko Kemaritiman Indonesia, yaitu Luhut Binsar Panjaitan, berusaha mengadu domba gerakan lingkungan dengan kelompok sawit. Alih-alih memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan di perkebunan sawit, Luhut berusaha membangkitkan persepsi bahwa pasar sawit Indonesia turun karena kampanye lembaga-lembaga penggiat lingkungan.
Press Conference juga dihadiri oleh perwakilan dari pengurus serikat pekerja perkebunan sawit dari Sumatera dan kalimantan. Mereka mengungkap beberapa fakta tentang tata kelola perkebunan sawit yang sangat tidak adil bagi buruh.
Kita harus berjibaku dengan target yang tidak masuk akal untuk sekedar mendapatkan upah minimum. Namun BPJS Kesehatan kita dan BPJS Ketenagakerjaan tidak dibayarkan, upah pun dibayar dengan dicicil, beberapa perusahaan bahkan tidak membayar upah buruhnya berbulan-bulan.
Rahman, Ketua Federasi Serikat Pekerja BUN Rajawali
Dalam kesempatan yang sama, direktur eksekutif Transformasi Untuk Keadilan (TUK Indonesia), Edi Sutrisno, mengungkap ada peran institusi finansial yang tidak mampu mendorong perbaikan tata kelola industri sawit, khususnya tata kelola ketenagakerjaan di perkebunan sawit. Dalam temuan kita, institusi finansial justru aktif membiayai perusahaan yang tidak patuh pada aturan-aturan hukum Indonesia. Koalisi Buruh Sawit mendorong institusi finansial untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Governance and Social Responsibility dan memaksa debitur sawit mereka menerapkan hal yang sama.
Ketua Umum Serbundo, Herwin Nasution mengungkap tuntutan-tuntuan buruh sawit ini adalah tuntutan tahunan yang masih digaungkan karena inisiatif perbaikan tatakelola ketenagakerjaan di perkebunan sawit dari pemerintah, belum terlihat.
Sejak 2017 kita secara aktif menuntut pemerintah untuk mengeluarkan peraturan khusus yang melindungi hak-hak buruh yang khusus di perkebunan sawit. Karena karakteristik pekerjaan di perkebunan sawit berbeda dengan karakteristik di sektor manufaktur. Pertambangannya saja punya permenakernya, masak sawit yang merupakan industri penyumbang PDB terbesar Indonesia tidak punya aturan khususnya?
Herwin Nasution, Ketua Umum Serbundo
Diakhir konferensi pers, Koalisi Buruh Sawit menuntut pemerintah agar segera memperbaiki tatakelola buruh perkebunan sawit di Indonesia dengan mengeluarkan produk hukum yang melindungi hak-hak pekerja sawit, membuat mekanisme khusus pengawasan ketenagakerjaan di perkebunan sawit, meratifikasi Konvensi ILO No. 110 tahun 1958 tentang Perkebunan dan Konvensi ILO No. 184 tahun 2001 Tentang Kesehatan, Keselamatan Kerja (K3) di Perkebunan, dan menyerukan agar perusahaan tidak melakukan pemberangusan serikat dengan segara modus operandi, serta menuntut institusi finansial untuk turut serta dalam perbaikan tatakelola perkebunan sawit dengan memaksa debiturnya memenuhi hak-hak pekerjanya.
Kita mendorong pemerintah terpilih nanti untuk segera melakukan perbaikan nasib buruh sawit, sehingga perspektif kesejahteraan buruh dapat dibawa dalam diplomasi sawit Indonesia. Masa depan buruh sawit adalah masa depan sawit.
Sunario Aritonang, Kordinator Koalisi Buruh
[/vc_column_text][vc_column_text]
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]