TURC Logo White Transparent
Svg Vector Icons : http://www.onlinewebfonts.com/icon
Search
Search
Close this search box.

SINDIKASI: Semua Pekerjaan Itu Kreatif, Semua Pekerja adalah Kaum Buruh

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) kembali turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh Internasional (MayDay), Rabu (1/5/2019). Kali ini SINDIKASI  membawa tema \”Bergerak Kolektif Memperbaiki Industri Media dan Industri Kreatif\”. Aksi dengan tagar #JalanBarengSINDIKASI tersebut dimulai dengan jalan bersama pada pukul 10.00 WIB dengan rute dimulai dari Pisa Kafe, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, menuju Kantor Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Kemudian iring-iringan berakhir di kantor Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Masing-masing peserta membawa poster tuntutannya masing-masing dari berbagai profesi kerja.

Isi poster tersebut cukup menohok, tak sedikit pula disampaikan dengan nada satire, diantaranya sebagai berikut ‘Loyalitas Tanpa Batas, Dilarang Menolak Tugas, Hak Kami Tak Kunjung Tuntas’, ‘Jakarta Termasuk Dalam 5 Besar Kota Dengan Transportasi Tak Aman di Dunia dan Kedua di Asia,’ ‘Bela Kaum Buruh Tani dan Nelayan Bukan Oligarki,’ ‘Hijrah Itu Melawan Segala Bentuk Kemudharatan dan Kedzaliman Terhadap Ummat Pekerja,’ ‘Kerja Ganda, Gaji Tunggal,’  ‘Freelancers Juga Berhak Perlindungan dan Upah Kerja Layak,’ ‘Wartawan Ditawan Kerjaa dan Japrian Kerjaan,’.  

Selain melakukan jalan bersama, SINDIKASI dalam MayDay 2019 membawa isu yang ingin mereka perjuangkan.  

Pertama, soal perlindungan hak dan peningkatan posisi tawar pekerja lepas (freelancer) pada industri media dan kreatif. Kedua, SINDIKASI juga mengusulkan untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang Ekonomi Kreatif (RUU Ekraf), revisi Undang-Undang Perfilman, revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, serta revisi Undang-Undang Permusikan. Ketiga, adalah soal penerapan aturan mengenai kesehatan mental di tempat kerja seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Presiden No 7 tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Lingkungan Kerja. Keempat, adalah terkait kampanye isu gender dan anti kekerasan seksual di tempat kerja.

Ellena Ekarahendy ketua SINDIKASI, dalam orasinya dengan lantang menggugat pelabelan kreatif untuk kerja-kerja tertentu. Karena menurutnya semua pekerjaan berbasis kreatif. Baik pekerjaan yang menggunakan teknologi digital maupun tidak. Lebih jauh, Ellena mengungkapkan bahwa Revolusi Industri 4.0 itu hanyalah slogan pemerintah dan berpotensi menghilangkan berbagai bentuk kerja lain. Ia juga menambahkan bahwa pekerja lepas (freelancer) sebenarnya menghadapi banyak persoalan. Mulai dari waktu kerja yang tidak berbatas, alat kerja, hingga persoalan upah.

Revisi terus, tapi Invoice tak kunjung cair. Siapa di sini yang laptopnya dan kameranya punya sendiri dan kalau rusak harus service sendiri?,” seru Ellena kepada massa aksi.

Fathimah Fildzah Izzati salah seorang anggota SINDIKASI dalam orasinya berbeda dengan Ellena. Ia lebih menyoroti tentang kerja peneliti. Dimana dalam keseharian harus dihadapkan oleh birokrasi yang rumit. Menurutnya, produk penelitian harusnya mampu memberikan dampak sosial dan memiliki keberpihakan terhadap rakyat bukan hanya sekadar digunakan untuk mengejar akreditasi dan angka kredit KUM secara kumulatif semata. Ia juga dengan lantang mengkritik keras praktik senioritas yang ada di dalam tempat kerjanya. Dimana hal tersebut menurutnya justru menghalangi para peneliti untuk berpikir kritis dan memiliki keberpihakan yang melampaui penelitian positivistik.

Lini Zurlia aktivis queer feminis dan Pegiatan HAMjuga turut hadir. Ia mengkritik sistem Pemilu serentak 2019 yang telah memakan banyak korban para Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang meninggal akibat kelelahan. Lini menyatakan, sistem Pemilu serentak yang dilaksanakan dengan asumsi untuk menghemat biaya justru mengeksploitasi petugas PPS.  Terlebih lagi upah yang diberikan jauh dari kata layak, jika dibandingkan dengan beban kerja yang harus ditanggung. Ia juga menyuarakan pentingnya memberikan akses keadilan bagi perempuan pekerja migran, perempuan pekerja seks, dan kelompok minoritas seksual yang selama ini mendapati berbagai bentuk diskriminasi kerja dan kekerasan seksual di tempat kerja.

Senada dengan Lini, Rika Rosvianti dari komunitas PerEMPUan juga menyuarakan isu kekerasan seksual di tempat kerja dan transportasi umum. Ia menyatakan hal ini masih banyak banyak dialami para perempuan pekerja.  Rika, dalam orasinya menuntut adanya layanan transportasi yang aman untuk pekerja perempuan yang pulang pada malam hari. Ia menambahkan bahwa 76 persen kekerasan yang terjadi pada perempuan di ruang publik adalah kekerasan seksual. Dengan demikian menurutnya, perusahaan atau pemberi kerja wajib memberikan fasilitas transportasi yang aman untuk pekerja perempuan. Tak hanya itu, Rika juga menyuarakan isu cuti haid, cuti ibu dan ayah setelah melahirkan dan ruang laktasi sebagai bagian dari hak pekerja. Kritiknya juga tak luput pada kasus banyaknya pemecatan yang dialami perempuan pekerja dalam kondisi hamil. Hal itu menurutnya adalah praktik diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja.

SINDIKASI juga bekerja sama dengan Greenpeace Indonesia. Terbukti saat hadirnya mobil ramah lingkungan yang menggunakan panel surya. Itu juga sebagai pesan untuk pemerintah dan masyarakat bahwa sudah saatnya Indonesia beralih ke energi bersih. Sehingga kelas pekerja dapat menikmati udara bersih selama perjalanan menuju tempat kerja. Aksi #JalanBarengSINDIKASI ini diikuti oleh pekerja dari berbagai organisasi, diantaranya Jaringan Anti Tambang (JATAM), Forum Islam Progresif, Solidaritas Perempuan, Arus Pelangi, Greenpeace, Purplecode_id dan kelompok masyarakat sipil lainnya yang belum tergabung organisasi. (Andi Misbahul Pratiwi)

Penulis

Trade Union Rights Centre

Tags

Bagikan artikel ini melalui:

Dapatkan Informasi Terbaru Seputar Isu Perburuhan!