Koalisi Buruh Sawit Beraudiensi dengan Komisi IX DPR RI
Jakarta – Pada hari Senin, 15 Oktober 2018, Koalisi Buruh Sawit (KBS) berkesempatan untuk melakukan temu wicara dengan Komisi IX DPR RI. Pertemuan diadakan di Gedung Nusantara I, ruang rapat komisi IX DPR. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Saleh P Daulay dan diikuti oleh sejumlah anggota komisi yang pada saat bersamaan sedang melakukan rapat dengan BKKBN. Koalisi Buruh Sawit yang terdiri dari 20 lebih organisasi non profit lintas sektor dan serikat pekerja dari seluruh Indonesia, hadir diwakili oleh beberapa lembaga non profit dan serikat buruh seperti Trade Union Rights Center (TURC), Trade Union Care Center (TUCC) dari Aceh, Serbundo (Sumatera utara, Kalimantan Timur), TUK Indonesia, Sawit Watch dan LinkAr Borneo (Kalimantan). Dalam pertemuan, Koalisi Buruh Sawit menyampaikan fakta-fakta temuan di lapangan yang dikumpulkan pada saat focus gruoup disccussion pada awal Maret yang lalu. Masalah-masalah yang ditemukan cukup banyak namun mirip, dan terjadi di hampir seluruh perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Temuan pelanggaran berupa pelanggaran hak-hak normatif buruh sawit (Gaji tidak dibayar jauh di bawah upah minimum, tidak ada tujangan hari raya, dll), penggunaan buruh harian lepas selama bertahun-tahun pada ‘inti produksi’ perusahaan (melanggar undang-undang ketenagakerjaan), ketiadaan perlindungan sosial bagi buruh harian lepas (yang merupakan diskriminasi hak warga negara berdasarkan Pasal 28H dan I UUD 1945), buruknya sistem pengawasan ketenagakerjaan dari Disnaker setempat, pelemahan serikat pekerja dan kriminalisasi kepada pengurus serikat, penggunaan pestisida berbahaya yang sudah dilarang, sampai maraknya buruh anak dalam perkebunan kelapa sawit.
Koalisi Buruh Sawit menegaskan bahwa kehadiran mereka adalah upaya untuk mendorong negara menjalankan perannya sebagai ‘walfare provider’ seperti amanat undang-undang dasar. Dalam argumentasinya, Koalisi Buruh Sawit melihat kontribusi industri kelapa sawit terhadap pendapatan negara tidak setimpal dengan kesejahteraan buruh yang bekerja di dalam industri tersebut. Bahkan dalam wacana perbaikan industri sawit, nasib buruh hampir tidak pernah tersentuh oleh negara. Berbanding terbalik dengan wacana perbaikan dan perlindungan (konservasi) hutan dan wacana tata kelola industri sawit dengan lahirnya Inpres no.8 tahun 2018. Oleh sebab itu, Koalisi Buruh Sawit mendesak komisi IX DPR RI yang berperan sebagai wakil rakyat, segera mendesak pemerintah untuk memperbaiki regulasi yang mengatur tentang pengawasan ketenagakerjaan, membuat regulasi pengupahan khusus untuk buruh kebun kelapa sawit, memberikan sanksi kepada perusahaan yang menggunakan buruh harian lepas pada ‘inti produksi’, dan membuat regulasi yang membuat buruh harian lepas mendapatkan jaminan sosial yang disediakan oleh negara.
Dalam dengar pendapat, terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan rapat dengan koalisi buruh sawit mengenai susbtansi rapat. Pimpinan rapat komisi IX meminta koalisi buruh sawit untuk hanya memaparkan kasus-kasus pelaggaran yang terjadi di wilayah kerja masing-masing, karena beliau berpendapat bahwa semua masalah sudah ada regulasinya, yang perlu adalah penegakan regulasi. Sementara Koalisi Buruh Sawit beragumentasi bahwa forum ini adalah tempat yang tepat untuk melakukan perubahan kebijakan yang bermuara pada kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di perkebunan kelapa sawit. Di akhir pertemuan, Komisi IX DPR RI meminta Koalisi Buruh Sawit untuk mengumpulkan masalah-masalah dimlapangan dan memberikan data tersebut kepada staf ahli komisi IX untuk diteruskan dan dicari solusinya dalam rapat internal komisi IX. Sebelum rapat dengar pendapat usai, Koalisi Buruh Sawit menyerahkan ‘Lembar Fakta’ yang berisi hasil temuan Koalisi Buruh Sawit dan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki kesejahteraan para buruh sawit di Indonesia.